Selasa, 20 Desember 2011

Hiperplasia Prostatitis Benigna (BPH)


PENGERTIAN
Pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan gejala urinaria.


Patofisologi
Proses penuaan dan adanya sirkulasi androgen membutuhkan perkembangan BPH.
Bentuk nodular jaringan prostat mengalami pembesaran.
Normalnya jaringan yang tipis dan fibrous pada permukaan kapsul prostat menjadi spons menebal dan membesar.
Uretra prostatik menjadi tertekan dan sempit menyebabkan kandung kemih menjadi kencang untuk bekerja lebih keras mengeluarkan urine.
Efek obstruksi yang lama menyebabkan tegangan dinding kandung kemih dan menurun elastisitasnya.


Manifestasi Klinis
Pada awalnya atau saat terjadinya pembesaran prostat, tidak ada gejala, sebab tekanan otot dapat mengalami kompensasi untuk mengurangi resistensi uretra.
Gejala obstruksi, hesitensi, ukurannya mengecil dan menekan pengeluaran urine, adanya perasaan berkemih tidak tuntas, dan retensi urine.
Terdapat gejala iritasi, berkemih mendadak, sering, dan nokturia.


Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rektal, tampak lembek, dan lunak pembesaran prostat simetrik.
Urinalisis untuk menemukan hematuria dan infeksi.
Serum kreatinin dan BUN untuk mengevaluasi fungsi ginjal.
Serum PSA untuk mengetahui adanya kanker, tetapi mungkin terdapat peningkatan pada BPH.
Diagnostik pilihan untuk evaluasi lanjutan, yaitu:
Urodynamic.
USG.
Cytourethroscope untuk mengamati uretra, kandung kemih, dan ukuran prostat.


Pengelolaan
Pasien dengan gejala ringan BPH tidak berbahaya bagi semua pasien.
Penatalaksanaan terapi:
Penghalang a-Adrenergik seperti doksasosin (Caradura), Prazozin (Minipress), Terasozin (Hytrin), serta relaksasi otot kandung kemih dan prostat.
Finasteride (Proscara), efek antiandrogen pada sel prostat, dan mencegah hiperplasia.
Dilatasi balon pada uretra prostat dalam waktu yang singkat dapat menghilangkan gejala.
Bedah TURP, TIUP, atau open prostatctectomy untuk prostat yang terlalu besar, biasanya melalui suprapubik.
Bedah laser.
Microwave hypertermia treatments.


Komplikasi
Retensi urine akut dan involusi kontraksi kandung kemih.
Refluks kandung kemih, hidroureter, dan hidronefrosis.
Gross hematuria dan urinary tract infection (UTI).


Pengkajian Keperawatan
Kaji riwayat adanya gejala meliputi serangan, frckuensi urinaria setiap hari, berkemih pada malam hari, sering berkemih, perasaan -tidak dapat mengosongkan vasika urinaria, dan menurunnya pancaran urine.
Gunakan indeks gejala untuk menentukan gejala berat dan dampak terhadap gaya hidup pasien.
Lakukan pemeriksaan rektal (palpasi ukuran, bentuk, dan konsistensi) dan pemeriksaan abdomen untuk mendetaksi distensi kandung kemih serta*derajat pembesaran prostat.
Lakukan pengukuran erodinamik yang sederhana, uroflowmetry, dan pengukuran residual prostat, jika diindikasikan.


Diagnosis Keperawatan
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi uretra ditandai dengan:
DS: melaporkan berkemih tidak lancar serta urine menetes dan sering.
DO: inkontinensia, berkemih mendadak, nokturia, dan retensi urine.


Intervensi Keperawatan
Diagnosis Keperawatan 1
Tujuan: Fasilitasi eliminasi urine
Jaga privasi dan waktu pasien untuk mengosongkan kandung kemih.
Bantu kateter pasien dengan menggunakan guidwire atau melalui cystotomy suprapubik sesuai indikasi:
Monitor asupan dan keluaran.
Atur kepatenan kateter.
Berikan obat sesuai pesanan dan monitor serta ajarkan pasien tentang efek samping:
a. Adrenergik blocker, hipotensi, hipotensi orthostastir dan syncope (khususnya sesudah pemberian dosis pertama); impoten; gangguan penglihatan; serta hipertensi  rebound.
b. Finasteride (proscara), disfungsi hepatic, impoten, dan interferers dengan pemeriksaan PSA.
c. Kaji dan ajarkan pasien mengenai hematuria dan tanda infeksi.


Pendidikan Pasien
1. Jelaskan kepada pasien mengenai tidak adanya pengobatan gejala komplikasi BPH, retensi urine; cystitis, dan peningkaton gejala iritasi saat berkemih. Anjurkan agar pasien melaporkan masalah ini.
2. Ajarkan pasien melakukan ladhan kegel (kegle exercise) sesudah pembedahan untuk membantu mengontrol saat.berkemih:
Kontraksi otot perineal jika berhend berkemih atau plastis, tahan selama 10-15 menit, kemudian relaksasi.
Ulangi selama 15 menit (satu kali); lakukan 15 kali setiap hari.
Nasihatkan pasien bahwa gejala iritasi saat berkemih tidak segera hilang sesudah penyembuhan obstruksi; gejala akan hilang dengan sendiri.
Beritahukan kepada pasien untuk menghindari berhubungan intim, mengatur BAB, tidak mengangkat benda berat, dan tidak duduk dalam jangka waktu yang lama selama 6-8 minggu sesudah operasi sebab dapat menyebabkan striktur uretra dan pertumbuhan prostat kembali sesudah TURP.


Evaluasi
Mengeluarkan kencing adekuat tanpa urine residu.
Menjelaskan prosedur pembedahan dan komplikwk.
Tidak terjadi infeksi atau perdarahan abnormal.


BEDAH PROSTATISIS
Bedah prostat biasa dilakukan pada BPH atau kanker prostat. Penatalaksanaan bedah tergantung pada ukuran kelenjar, beratnya sumbatan, penyakit yang mendasari, dan penyakit prostat.


Prosedur Pembedahan
 Reseksi transuretra prostat (TUR atau TURP) lebih umum dilakukan tanpa insisi melalui penggunaan alai endoskopi.


Open prostectomy:
Suprapubik, insisi pada daerah suprapubik dan melalui
dinding kandung kemih; sering dilakukan pada BPH..
Perineal, insisi antara skrotum dan daerah rektal; dilakukan bagi pasien dengan risiko pembedahan yang buruk tetapi risiko tinggi insidensi inkontinensia urine dan impotensi.
Retropubik, insisi pada daerah simpisis pubis risiko fungsi seksual 50% pasien.


Asuhan Keperawatan Praoperasi
Jelaskan prosedur dan perawatan pascaoperasi, meliputi drainase kateter, irigasi, dan pemantauan hematuria.
Diskusikan komplikasi pembedahan dan bagaimana koping pasien:
Inkontinesia urine selama lebih dari 1 tahun sesudah pembedahan; latihan kegel akan membantu mengontrol urinaria.
Ejakulasi retrograt, cairan akan masuk ke dalam kandung kemih dan keluar melaui urine daripada melalui uretra selama hubungan intim; kadang terjadi impoten sebagai komplikasi open prostectomy.
Penatalaksanaan fecal sesuai resep, atau instruksikan pasien mengatur buang air besar (BAB) di rumah dan puasa sesudah jam 12 malam.
Penatalaksanaan kardiak secara optimum, respirators, dan sistem sirkulasi untuk menurunkan risiko komplikasi.
Pemberian propilaktik antibiotik sesuai dengan resep.


Asuhan Keperawatan Pascaoperasi
Penatalaksanaan darinase urinaria dan monitor perdarahan.
Lakukan perawatan luka dan pencegahan infeksi.
Monitor dan cegah komplikasi:
Infeksi luka operasi.
Sumbatan urinaria dan infeksi.
Perdarahan.
Tromboplebitis dan emboli pulmonal.
Incontinensia urinaria dan disftingsi seksual.


Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan prosedur pembedahan dan pemasangan kateter urine ditandai dengan:
DS: status pembedahan.
DO: terdapat luka operasi dan kateter.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, imobilitas, dan pemasangan kateter urine ditandai dengan:
DS: status pembedahan.
DO: imobilitas, terpasang kateter, dan terdapat luka operasi.
3. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan ditandai dengan:
DS: laporan adanya nyeri pada luka operasi.
DO: adanya luka operasi Berta ekspresi wajah meringis dan menahan. sakit.
4. Cemas berhubungan dengan inkontinensia urine, disfungsi seksual ditandai dengan:
DS: pasien banyak bertanya mengenai kondisi kesehatannya.
DO: inkontinensia urine dan gangguan ereksi.
Intervensi Keperawatan Diagnosis Keperawatan 1
Tujuan: Fasilitasi drainase urine
1. Atur kepatenan lokasi kateter uretra sesudah pembedahan dengan cars:
Monitor penutup aliran irigasi three-way dan sistem drainase jika digunakan.
Lakukan irigasi manual 50 ml cairan irigasi dengan menggunakan teknik aseptik.
Cegah overdistensi kandung kemih, karena dapat menyebabkan perdarahan.
Berikan antikohnergik sesuai anjuran untuk mengurangi spasme kandung kemih.


2. Kaji tingkat perdarahan dan kandungan; drainase harus berwarna merah muds terang selama 24 jam dengan carat
Laporkan adanya perdarahan berwarna terang dengan meningkatnya viskositas (arteri), mungkin dibutuhan tindakan pembedahan.
Laporkan setup peningkatan perdarahan yang gelap (vena), mungkin dibutuhkan traksi kateter sehingga letak balon menekan foss prastatika.
Siapkan transfuse untuk mengantisipasi terjadi perdarahan.


Berikan cairan infus sesuai anjuran dan berikan cairan oral jika dapat ditoleransi untuk hidrasi dan pengeluaran urine.


Diagnosis Keperawatan 2
Pencegahan Infeksi
Atur bedrest selama 24 jam dengan monitoring tanda vital, asupan dan keluarkan secara teratur, dan observasi balutan insisi jika ada.
Sesudah 24 jam, lakukan ambulasi untuk mencegah trombosis, emboli pulmonal, dan pneumonia hipostatik.
Observasi warna. urine (gelap), bau, dan evaluasi adanya infeksi.
Berikan antibiotik sesuai dengan resep.
Laporkan setiap, nyeri yang hebat, pembengkakan, dan ketegangan yang menandakan adanya epididimis dare penyebaran infeksi.
Kaji dengan melakukan perawatan perineal jika insisi perineal dilakukan untuk mencegah kontaminasi feses.


Diagnosis Keperawatan 3
Tujuan: Hilangkan nyeri
Penatalaksanaan pengobatan nyeri atau. monitor PCA sesuai petunjuk.
Atur posisi untuk kenyamanan dan beritahukan kepada pasien untuk mencegah ketegangan, yang akan meningkatkan kongesti vena pelvic dan dapat menyebabkan perdarahan
Penatalaksanaan BAB yang lunak untuk mencegah ketidaknyamanan dari konstipasi.
Pastikan kateter berada pada paha dan tuba agar tidak menyebabkan kateter tertarik, karena dapat menyebabkan nyeri dan potensi perdarahan.


Diagnosis Keperawatan 4
Tujuan: Hilangkan cemas
1. Jelaskan keadaan yang sebenarnya tentang ketidaknyamanan pascabedah dengan cara:
Bentahukan pasien untuk menghmdan berhubungan badan, mengatur BAB, tidak mengangkat barang berat, tidak duduk terlalu lama selama 6-8 minggu sesudah pembedahan, sampai terjadi penyembuhan foss prostatik.
Nasihatkan kontrol sesudah pengobatan, sebab striktur uretra dapat terjadi dan pertumbuhan kembali prostat sesudah TURP.


2. Pastikan pasien bahwa inkontinensia urinaria, frekuensi berkemih, mendadak berkemih, dan disuria dapat terjadi sesudah kateter dilepas dengan cara:
Jika pasien kembali ke rumah dengan kateter, kateter akan dilepas seldtar tiga mmggu ketika sistogram menunjukkan kesembuhan.
Diskusikan pemakaian produk absorbers untuk menampung urine.
Nasihatkan bahwa inkontinensia dapat terjadi ketika terjadi peningkatan tekanan abdominal, seperti saat batuk, tertawa, dan tegang.


3. Ajarkan ukuran untuk mengontrol urinaria:
a. Anjurkan pasien berimajinasi mengenai adanya telur di dalam rektum, serta lemaskan dan kencangkan otot untuk memeca ahkannya dengan posisi menahan, kemudian relsaksasi. Pemakaian otot abdominal akan meningkatkan inkontinensia.
b. Beri tabu pasien agar berhenti mengeluarkan kencing sambil menahan selama beberapa detik. Praktikkan 10-20 kali sejam sambil menahan.


Beritahukan risiko penting sesuai anjuran ahli bedah. Ingatkan pasien bahwa fungsi ereksi mungkin tidak kembali selama enam bulan.
Bantu pasien untuk mengungkapkan ketakutan dan kecemasan berhubungan dengan potensial kehilangan fungsi seksual dan diskusikan dengan pasangan.


Evaluasi
Diagnosis 1: Drainase berwarna kuning jernih melalui kateter.
Diagnosis 2: Insisi tanpa drainase; tidak demam.
Diagnosis 3: Menunjukkan penyembuhan nyeri yang baik.
Diagnosis 4: Menunjukkan harapan yang nyata untuk berkemih dan fungsi seksual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar