PENCEGAHAN PENULARAN HIV/AIDS DI SALON KECANTIKAN
1. Pengertian
Acquired
immuno deficiency syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit yang
disebabkan karena menurunnya sistem kekebalan tubuh. Oleh para pakar, AIDS
dianggap sebagai penyakit yang mematikan. AIDS disebabkan oleh virus yang
disebut human immunodeficiency virus (HIV), sampai saat ini belum ada
obatnya (Sudibja, 1997).
HIV
menggantikan virus terdahulu, yaitu LAV (lymphadenopathy associated virus)
yang ditemukan oleh Montagnier dari Perancis dan HTLV-III (Human
T-lymphotropic virus type III) ditemukan oleh R. Gallo dari Amerika
Serikat. Masih ada jenis virus lainnya yang dapat menyebabkan rusaknya sistem
kekebalan manusia. Semua jenis virus tersebut termasuk HIV.
HIV infected persons (para pengidap HIV) adalah semua orang yang
terinfeksi oleh HIV tanpa gejala klinik, yang dapat dibuktikan dengan
pemeriksaan antibodi terhadap HIV, biasanya dengan tes ELISA (Enzym-linked
immune sorbent assay) dan konfirmasi dengan immune-blot (Western
blot) atau isolasi antigen/ virusnya sendiri. Ditularkan melalui cairan sperma,
cairan vagina dan darah yang mengandung HIV (Suesen, 1997).
2. Transmisi HIV
Virus HIV dapat hidup dalam darah, cairan vagina,
semen, air liur, air mata, air susu ibu (ASI) dan cairan tubuh lainnya. HIV
sebagai penyebab AIDS dapat ditularkan melalui transmisi hubungan seks yang
tidak terlindungi, transfusi darah, ibu ke anak selama kehamilan dan kelahiran,
maupun dari cairan tubuh penderita HIV melalui berbagai instrumen tajam (seperti:
jarum, silet/pisau cukur) yang tidak steril dan dipakai secara bergantian
(Ekselius et al., 2008).
Epidemi pada dasarnya adalah dinamis. Berdasarkan data
yang terkumpul sebagai konsekuensinya, setiap sistem survei surveilans
seberapapun canggihnya, hanya akan memberikan gambaran epidemik untuk jangka
waktu tertentu. Berdasarkan data tersebut, perencanaan program intervensi
tersusun. Pada saat itu pula gambaran epidemi sedikit banyak telah berubah, hal
tersebut karena intervensi ini memiliki target yang sangat dinamis
(Praptoraharjo dkk. 2007). Oleh karena itu, pencegahan HIV/AIDS diharapkan juga
tidak hanya mempertimbang-kan yang telah diperoleh dari surveilans, tetapi juga
perlu memproyeksikan ke arah mana penularan HIV ini di masa depan.
3. Universal precaution atau kewaspadaan umum
terhadap HIV/AIDS
Universal precaution HIV/AIDS adalah semua upaya pencegahan penularan
penyakit HIV/AIDS di unit-unit pelayanan kesehatan seperti rumah sakit,
puskesmas, rumah bersalin dan lain-lain termasuk di tempat tukang cukur umum.
Kewaspadaan universal merupakan suatu pedoman yang diterapkan oleh the
Centers for Control and Prevention (CDC) Atlanta 1985 dan the
Occupational Safety and Health Administration (OSHA), untuk mencegah
transmisi dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan
fasilitas kesehatan atau tempat lain yang memungkinkan. Lebih khusus, ada enam
macam tindakan kewaspadaan umum yaitu: Menghindari kontak langsung dengan
cairan tubuh, bila menangani cairan tubuh pasien gunakan alat pelindung
seperti: sarung tangan, masker, kaca mata pelindung, penutup kepala, mantel
pelindung (apron), sepatu boot. Penggunaan alat pelindung
disesuaikan dengan jenis tindakan yang akan dilakukan; mencuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan tindakan; dekontaminasi cairan tubuh pasien; menggunakan
alat kedokteran sekali pakai atau sterilisasi semua alat yang dipergunakan;
pemeliharaan kebersihan tempat pelayanan kesehatan dan membuang limbah secara
benar. Untuk mencegah penularan lewat alat-alat yang tercemar darah HIV, ada 2
hal yang perlu diperhatikan, yaitu: semua alat yang menembus kulit dan darah
(seperti jarum suntik, jarum tato, pisau cukur) gunakan sekali pakai langsung
dibuang dan tidak memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian
dengan orang lain tanpa disteril dengan cara yang benar. Alat-alat tersebut
jika telah digunakan harus dilakukan dekontaminasi, yaitu direndam dalam bahan
desinfektan cairan chlorin 0,5% selama 10-30 menit. Cairan ini membunuh virus,
termasuk virus HIV (Pusdiknakes Depkes RI, 1997) dan (WHO, 1988).
Di Kuwait, untuk tindakan pencegahan universal baku,
staf penjara dan narapidana harus diajari tindakan pencegahan universal
terhadap luka berdarah yang patogen mencakup HIV dan Hepatitis. Semua
narapidana diarahkan peduli terhadap peralatan yang telah digunakan atau
dikotori dengan darah atau cairan badan dan kotoran badan harus ditempatkan
secara hati-hati agar supaya mencegah pencemaran lingkungan dan perpindahan
mikroorganisme kepada narapidana lain atau karyawan. Instrumen yang harus
digunakan kembali termasuk pisau cukur harus disterilkan (Akeke et al.,
2007).
4. Strategi
Menurut Suesen (1997), strategi pencegahan HIV/AIDS:
(a) Pencegahan penularan HIV melalui hubungan seksual
memerlukan pendidikan/penyuluhan yang intensif dan ditujukan untuk mengubah
perilaku seksual masyarakat tertentu sedemikian rupa sehingga mengurangi
kemungkinan penularan HIV. Misalnya: tidak melakukan hubungan seksual (abstinence),
monogami, mengurangi pasangan seksual sekecil mungkin, menghindari hubungan
dengan pekerja seks komersial (PSK) dan meningkatkan pemakaian kondom
(b) Pencegahan penularan melalui darah
1). Transfusi darah, adalah dengan mengadakan skrining
setiap donor darah yang akan menyumbangkan darahnya dengan memeriksa darah
tersebut terhadap antibodi HIV.
2). Produk darah umum dan plasma pembuatannya harus
diproses dengan cara tertentu dan dipantau dengan ketat. Prosedur yang
dianjurkan diikuti dengan baik agar produk darah tersebut bebas dari infeksi
HIV.
3). Alat suntik dan alat lain yang dapat melukai
kulit/menyebabkan luka/ perdarahan (tato, tusuk jarum, alat/pisau cukur, dsb)
dapat dicegah dengan cara desinfeksi alat-alat tersebut dengan pemanasan atau
larutan desinfektan. Perlu pengawasan ketat agar setiap alat seperti di atas
jika digunakan pada sistem pelayanan kesehatan selalu dalam keadaan steril.
(c) Pencegahan penularan dari ibu-anak (perinatal).
Diperkirakan, 50% bayi lahir dari ibu yang sero-positif HIV, akan terinfeksi
HIV sebelum, selama dan tidak lama sesudah melahirkan. Cara pencegahan
penularan HIV perinatal memerlukan pendidikan kesehatan masyarakat yang luas
dan intensif, dengan memberitahukan risiko kehamilan/melahirkan pada ibu yang
sero-positif HIV. Di samping itu, pendidikan/penyuluhan yang terus menerus
perlu dilakukan untuk membujuk orang tua/ibu yang ingin hamil/mempunyai anak
agar memeriksakan darahnya secara sukarela dan minta nasihat (counseling).
(d) Mengurangi dampak negatif infeksi HIV. Upaya ini
dilakukan terhadap individu, golongan maupun masyarakat umumnya. Kepada mereka
perlu diberikan pendidikan/penyuluhan, counseling atau cara lain untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi, terutama kepada yang HIV positif baik
dengan gejala maupun tidak, dan juga pasangan seksual, keluarga dan
lingkungannya. Hal ini penting dilakukan sehubungan dengan dampak infeksi HIV
di bidang psikologis dan bidang lainnya, yang mempengaruhi kehidupan mereka
selanjutnya.
Salah satu strategi peningkatan promosi kesehatan
nasional adalah peningkatan kerjasama dan kemitraan, strategi ini dilaksanakan
dalam rangka meningkatkan promosi kesehatan dalam mencegah dan menanggulangi
maslah-masalah kesehatan yang memerlukan kerjasama lintas sektor khususnya
HIV/AIDS, penyalahgunaan napza, masalah rokok, dan masalah-masalah kesehatan
akibat bencana/pengungsian. Strategi ini juga dilaksanakan dalam rangka
meningkatkan kemitraan terutama dengan tokoh-tokoh masyarakat (termasuk tokoh
agama, tokoh politik, budayawan, selebriti, dan lain-lain), LSM, kalangan
wartawan, jurnalis dan reporter (baik media masa cetak, radio maupun televisi)
(Depkes RI, 2005).
Untuk pengendalian HIV/AIDS, STI dan TB di
Kwazulu-Natal Afrika Selatan dilakukan penelitian terhadap 233 orang
penyembuh/pengobatan tradisional selama 3,5 hari dengan materi pendidikan
kesehatan dan pelatihan sterilisasi pisau cukur, kondom dan sarung tangan,
kemudian hasilnya dievaluasi setelah 7-9 bulan. Hasil penelitian menyimpulkan:
pengetahuan para penyembuh tradisional tentang HIV/AIDS, STI dan TB meningkat;
penyembuh tradisional keberatan jika harus merujuk klien TB ke petugas
kesehatan; penyembuh tradisional wanita mempunyai klien cukup banyak, sehingga
mempunyai peran penting dalam mendukung program penanggulangan HIV/AIDS;
praktek penyembuh tradisional yang bisa mengakibatkan transmisi HIV sulit
diubah dengan pertimbangan budaya; program akan sukses jika disediakan pisau
cukur dan sarung tangan steril secara berkala (Peltzer at al., 2006)
Manajemen program, sehingga system dan aktivitas kesehatan
sekolah dapat berjalan dan berkembang sebagai bagian integral dari system
kesehatan masyarakat.Bertanggung jawab terhadap upaya proteksi dan promosi kesehatan